Menjadi pendamping PIA harus dijalani dengan penuh suka cita, karena memberi bekal kepada calon penghuni surga. Dalam kitab suci disebut bahwa pada setiap anak, ada satu malaekat yang memandang wajah Bapa di Surga. Agar menarik, maka pendamping PIA tidak boleh malu dan harus memiliki banyak imajinasi. Demikian diungkap oleh Fransiskus Galih, pegiat pendamping anak di Paroki Kumetiran, dihadapan pendamping anak se Paroki Sedayu dalam acara workshop pendamping PIUD, PIA, PIR, Minggu (25/8)
Dalam mendampingi anak ada dua kendala yang harus dihadapi. Pertama, anak tidak mudah memahami gagasan yang disampaikan. Kedua, ketika anak pulang selepas pertemuan tersebut, biasanya mereka akan lupa. Oleh karena itu perlu kreatifitas pendamping supaya anak mudah memahami dan tetap ingat. Ada juga pendapat yang menyatakan jika mencari pendamping PIA itu sulit, tidak ada yang bersedia. Ini berasal dari pandangan bahwa untuk menjadi pendamping PIA perlu pendidikan atau kemampuan tertentu. Sebenarnya fungsi dan peran pendamping adalah membantu anak memahami pesan yang akan disampaikan. Pesan disampaikan bisa dengan bantuan alat peraga misalnya. Alat peraga ini bisa menjadi “senjata” agar orang tua tidak meremehkan pertemuan PIA.
Hambatan lain datang dari sisi hubungan antar aktifis gereja. Kadang pendamping PIA yang sudah bermaksud baik untuk mengadakan kegiatan harus mendapat pendapat negatif dari pihak lain. Atau rentang usia yang terlalu lebar dikalangan pendamping. Pendamping yang muda biasanya sulit bertahan. Selain soal prioritas kegiatan, juga ada faktor tempat kuliah atau kerja, atau juga faktor pasangan hidup. Maka, pendamping yang tua harus setia melayani PIA dan setia dalam membimbing pendamping PIA yang baru. Bagi pendamping yang tua harus berpikir bahwa pelayanan bukan untuk diestafetkan, yaitu memberi dan kemudian melepaskan. Namun yang benar adalah berbagi api obor, yaitu memberi dan tetap melayani.
Menurut Fransiskus Galih, tujuan PIA ada empat. Pertama, mendampingi iman anak akan kasih Yesus. Kedua, mendorong anak untuk akrab dengan Yesus. Ketiga, membangkitkan semangat solidaritas dalam diri anak. Dan keempat adalah membimbing anak untuk menjadi misionaris Yesus. Untuk itu anak PIA perlu dikenalkan dengan semangat doa, derma untuk aksi sosial, kurban tokoh-tokoh dalam injil dan kesaksian. Yang menjadi tantangan adalah anak jaman sekarang senang menonton. Maka bagaimana caranya agar isi kitab suci bisa menjadi sesuatu yang bisa ditonton. Untuk itu diperlukan kreatifitas pendampingnya.
Paulus Samsuhari, Ketua Bidang Pewartaan dan Evangelisasi, dalam sambutan pembuka mengatakan bahwa anak-anak adalah masa depan gereja. Memang dalam mendampingi mereka ada hal-hal yang menjengkelkan. Namun mereka tetaplah masa depan gereja, yang harus didampingi. Dan pendampingan yang paling baik ada di tingkat lingkungan. Karena pendampingan di paroki hanya kumpulan pendampingan di lingkungan.
Wawan S