Injil Kanonik adalah injil-injil yang selaras dengan iman Kristen. Injil Kanonik meliputi Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes. Selain itu, ada juga kitab-kitab non-kanonik yang tidak selaras dengan iman Kristen, yaitu kitab Barnabas, kitab Yudas, kitab Thomas, kitab Maria Magdalena, dan lainnya. Demikian diungkapkan oleh Ambrosius Heri Krismawanto, Pr., dalam sarasehan “Belajar Injil Sinoptik,” Minggu, 31 Oktober 2021 di Gereja St. Theresia Sedayu.
Secara mudah, ada dua kriteria Injil Kanonik, yaitu apostolisitas dan ortodoksi. Apostolisitas artinya ditulis pada zaman para rasul, antara tahun 30 M sampai 120 M. Ortodoksi artinya sejalan dengan iman para rasul. Misalnya, dalam kitab Yudas diklaim bahwa Yudaslah murid yang paling dekat dengan Yesus sehingga ia ditunjuk menjadi bendahara kelompok dan juga dipercaya menjalankan tugas menyerahkan Yesus untuk ditangkap. Kitab Maria Magdalena yang mengklaim dekat dengan Yesus, bukan hanya kedekatan rohani, melainkan juga emosi antara pria dan wanita. Gagasan-gagasan ini tentu tak sesuai dengan iman Kristen.
Dalam hal proses penulisan, menurut Romo Heri, pada awalnya tak ada niat untuk menuliskan kisah tentang Yesus. Para penginjil hanya menceritakan kisah dari mulut ke mulut. Namun, cerita lisan ini akan memunculkan banyak versi kisah, ada kisah yang ditambahi dan ada yang dikurangi. Supaya kisah yang menjadi dasar iman ini sama, diperlukan tulisan yang menjadi panduan dalam mempelajari iman Kristen. Kebutuhan penulisan kisah tentang Yesus juga disebabkan karena sebagian rasul yang sudah meninggal dan juga karena perkembangan pengikut Kristus, yaitu agar bisa menjangkau lebih banyak pengikut.