Kitab Suci Perjanjian Baru memiliki empat injil, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Keempat injil ini bisa dibagi dua. Pertama adalah injil sinoptik. Injil sinoptik adalah injil yang memiliki sudut pandang yang sama. Injil sinoptik meliputi Matius, Markus, dan Lukas. Persamaan ketiganya adalah memiliki sifat “teologi dari bawah.”
Kedua adalah Injil Yohanes yang berbeda dari ketiga lainnya. Perbedaannya adalah memiliki sifat “teologi dari atas.” Demikian diungkapkan oleh Ambrosius Heri Krismawanto, Pr., dalam sarasehan “Belajar Injil Sinoptik,” Minggu, 31 Oktober 2021 di Gereja St Theresia Sedayu.
Yohanes yang menulis dengan cara berbeda, memulai Injil sengan kata “pada mulanya adalah firman.” Ini merupakan sisi mistik dari Yohanes. Yohanes juga menggunakan simbol-simbol pada jaman tersebut, sehingga sukar dipahami. Berbeda dengan injil sinoptik yang menekankan peristiwa dan sabda Yesus.
Meski demikian, di antara injil sinoptik sendiri juga memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan injil sinoptik adalah dalam hal isi, urutan kisah dan kata yang digunakan. Hal yang berbeda adalah dalam hal kelahiran Yesus atau silsilah Yesus.
Romo Heri mengatakan bahwa kitab suci adalah sempurna dalam hal ajaran imannya. Namun, dalam hal teknis penulisannya, memang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan ini disebabkan oleh kesalahan tulis sehingga ada beberapa revisi. Kesalahan tulis ini disebabkan oleh beberapa abjad Ibrani yang kelihatan mirip dan juga abjad Yunani versi lama yang tak ada spasinya.
Pada masa lalu, kitab suci tidak diterjemahkan. Ini berkaitan dengan pemahaman bahwa kitab suci adalah mantra yang jika didoakan berulang-ulang akan memiliki daya untuk mengalahkan setan. Namun, setelah tahun 1965, kitab suci mulai diterjemahkan. Diterjemahkan artinya terbuka pada pengetahuan. Memang jika teks diterjemahkan akan berisiko adanya kesalahan dan kontradiksi.