BELAJAR INJIL SINOPTIK: KARAKTER INJIL - Gereja Santa Theresia Sedayu
Loading...
Sekolah Iman

BELAJAR INJIL SINOPTIK: KARAKTER INJIL

Pertanyaan tentang urutan usia penulisan Injil sulit untuk dijawab. Misalnya, pada tahun 125 sejarawan Eusebius menyebut bahwa Matius mengumpulkan sabda-sabda dalam bahasa Ibrani dan menafsirkan sebagaimana ia mampu. Demikian diungkapkan oleh Ambrosius Heri Krismawanto, Pr., dalam sarasehan “Belajar Injil Sinoptik,” Minggu, 31 Oktober 2021 di Gereja St Theresia Sedayu.

Pendapat tersebut berbeda dengan teori ilmu sastra modern. Ada dua prinsip yang digunakan. Pertama, prinsip lectio brevior, yaitu makin pendek, makin sedikit kata, maka teks tersebut adalah makin tua. Menurut teori ini, Injil Markus yang paling tua, dengan 661 ayat. Kedua, prinsip dificilior, yaitu makin sulit dipahami, maka teks tersebut makin tua.

Latar belakang pekerjaan penulis juga mempengaruhi karakter Injil. Untuk dipahami bahwa saat itu ada beragam bahasa yang digunakan. Di kota Yerusalem digunakan “bahasa nasional” bahasa Ibrani. Di pedusunan digunakan bahasa Aram. Dalam hubungan antarbangsa, digunakan bahasa Yunani, tetapi jika berhubungan dengan penjajah Roma, digunakan bahasa latin.

Markus adalah seorang Yahudi-Kristen yang tinggal di pedesaan. Ia menjadi penerjemah bagi Petrus. Karakter tulisannya adalah pendek, ringkas, dan masih menggunakan istilah bahasa Aram semacam “efata” dan “talita kum.”

Matius adalah seorang pemungut cukai dan Yahudi-Kriten, yang memiliki beberapa hubungan dengan dunia luar. Sebagai pemungut cukai ia berkarakter sistematis. Injil Matius juga memiliki sistematika lima bagian. Jumlah lima berasal dari hukum taurat. Dengan demikian, Matius ingin menyatakan bahwa Injil Matius adalah Kitab Taurat yang baru. Jika dulu Musa membebaskan Israel dari perbudakan, maka sekarang Matius menyatakan bahwa Yesuslah yang akan menjadi pembebas.

Lukas adalah teman Paulus yang berhubungan dengan banyak budaya dan banyak bahasa. Karakter sastranya naratif dan ditujukan pada jemaat luas. Antara Injil Lukas dan Kisah Para Rasul juga memiliki kemiripan struktur karena sebenarnya keduanya adalah satu kesatuan.

Dalam pandangan Lukas, Injil Markus secara eksklusif hanya untuk umat Yahudi karena menggunakan bahasa Aram. Sementara itu, Injil Mateus mulai terbuka terhadap bangsa lain dan Injil Lukas bersifat universal.

Konsekuensi dari luasan sasaran pembaca adalah berimbas pada penyebutan tentang diri Yesus. Markus, yang menulis Injil tahun 65 sampai 75, tidak berani menyebut Yesus sebagai Allah. Matius, yang menulis Injil tahun 80 sampai 90, lebih berani lagi dengan menyebut Immanuel. Lukas yang menulis Injil tahun 80 sampai 90, secara terus terang menyebut Yesus sebagai Anak Allah. Maka, perikop orang Samaria yang baik hati hanya ada pada injil Lukas. Karena Lukas ingin menyatakan bahwa Yesus hadir untuk semua orang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *