Senin, 23 September 2019
Marnie membaca Kejadian Bab 4-6 (Sinau Kitab Suci dengan SKS)
Ayat emas
Setelah Lamekh hidup seratus delapan puluh dua tahun, ia memperanakkan seorang anak laki-laki, dan memberi nama Nuh kpdnya, katanya: “Anak ini akan memberi kpd kita penghiburan dlm pekerjaan kita yg penuh susah payah di tanah yg telah terkutuk oleh Tuhan.’ (Kej 5:28-29)
Dalam Kejadian 1, Tuhan mengatakan “Jadilah terang.” maka terang terjadi. Ia mengatakan: “jadilah cakrawala,” dan terjadilah cakrawala. Dalam Yohanes 1, Yohanes menuliskan bahwa ‘Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-same dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Kita mengetahui bahwa Yesus adalah perwujudan dari Firman Allah yang menjadi manusia. Ucapan Allah menjadi kenyataan.
“Tembung iku mandi”, demikian salah satu adagium Jawa. Kata-kata adalah doa. Kata-kata itu bisa menjadi kenyataan. Apa yg kita katakan sering menjadi doa. Jika kita mengatakan sesuatu yang baik, kata-kata itu akan hidup dalam hati kita, menjadi pedoman tingkah laku kita, dan akhirnya menjadi kenyataan dalam hidup kita. Misalnya, jika kita mengatakan “Kamu pasti bisa.” Maka kata-kata itu akan mendorong seseorang untuk berusaha lebih baik dan akhirnya ia bisa melakukannya.
Demikian juga sebaliknya. Jika kita mengatakan pada anak kecil bahwa ia “bodoh dan bikin kacau saja”, maka ia akan cenderung bersikap bodoh dan mengacau. Ia akan memenuhi ramalan kita tentang dia. Apapun ramalan itu, baik atau buruk. Betapa dahyatnya kuasa kata-kata. Dalam Kitab Kejadian 5:28-29, Lamekh juga memiliki doa yang baik untuk anaknya Nuh dan ia mengatakan bahwa “Nuh akan penghiburan dlm pekerjaan kita yg penuh susah payah di tanah yg telah terkutuk oleh Tuhan.” Sungguh, kata-kata ini terbukti kebenarannya ketika hanya karena Nuh-lah, Allah tidak memusnahkan seluruh umat manusia. Allah mengasihi dan mengingat kesetiaan Nuh, sehingga ia menyelamatkan Nuh dan keluarganya dari air bah dan kehancuran.
Apakah yang kita lakukan dengan lidah kita hari ini? Atau kalau di jaman social media, apakah yang kita lakukan dengan jari-jari kita? Apakah kita menggunakan kata-kata untuk menyemangati atau menghujat? Apakah kita mengeluarkan kata-kata penghiburan atau kutukan? Apakah kita mengeluarkan kata-kata yang mengandung doa atau umpatan? Kata-kata sangat dahyat efeknya. Mari kita mengeluarkan kata-kata yang membangun dan menguatkan agar kebaikanlah yang menjadi kenyataan hidup kita. Selamat pagi. Berkah Dalem.
23 September 2019
Renungan Harian menurut Kalender Liturgi
Ayat emas
“Tiada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tiada suatu rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan. Karena itu perhatikanlah cara kalian mendengar. Karena barangsiapa sudah punya akan diberi, tetapi barangsiapa tidak punya, apapun yang dianggap ada padanya akan diambil.”
Dalam artikel Billionaires’ Secret: is giving key to wealth?, dituliskan bahwa rahasia kesuksesan finansial para milyarder adalah MEMBERI atau bersedekah. Bill Gates telah mendonasikan harta kekayaannya sebesar 28 milyar dollar sepanjang hidupnya, atau setara 420 trilyun rupiah dari keseluruhan kekayaannya sebesar 1.185 trilyun rupiah (79.2 milyar dollar). Warren Buffet, sang ahli investasi dan filantrofis termasyur yang memiliki kekayaan sebesar 44 milyar dollar menyumbangkan hartanya sebesar 3,084 milyar dollar. Meskipun demikian, kekayaannya justru meningkat sebanyak 53,5 milyar dollar.
Sebaliknya, saya melihat orang-orang yang saya kenal, yang selalu memposting kemewahan dan kekayaan di facebook dan Instagram, tetapi kenyataan mereka jauh dari apa yang mereka gambarkan dalam status social media mereka. Demikian juga, saya menyaksikan sendiri, mereka yang pelit dan penuh perhitungan jika diminta sumbangan baik bagi gereja maupun bagi kegiatan masyarakat, hidup mereka pun tidak berbuah banyak. Bahkan, mereka selalu waswas kalau-kalau mereka akan kehilangan hartanya. Orang juga akan menjadi malas untuk berteman dengan orang yang pelit dan susah berbagi.
Ada analogi yang dapat menggambarkan dengan tepat mentalitas hidup berkelimpahan dan hidup yang tidak berbuah (Zero-sum mentality). Danau Galilea dan Laut Mati adalah analogi yang bagus untuk menggambarkan sikap hidup suka berbagi dan sikap hidup pelit. Sungai Yordan yang mengalir di Israel adalah sumber dari dua perairan: Laut Galilea di sebelah utara yang berukuran lebih kecil daripada Laut Mati yang berada di sebelah selatan. Dalam Injil diceritakan Yesus dan murid-murid-Nya yang mengajar di sepanjang Laut Galilea yang marak dengan kehidupan perdagangan yang hidup serta kehidupan budaya yang maju.
Sebaliknya, Laut Mati (Dead Sea) yang memiliki kandungan garam yang sangat tinggi sehingga tumbuhan dan hewan serta biota laut tidak dapat tumbuh di sana. Kedua laut ini semuanya bersumber pada Sungai Yordan. Tetapi mengapa Laut Galilea sangat kaya akan ekosistem air dan Laut Mati merupakan tempat gersang? Setiap tetes air yang mengalir dari Sungai Yordan ke Laut Galilea dialirkan kembali sebagai sumber air minum dan irigasi pertanian bagi lahan-lahan pertanian di sekitarnya. Air masuk dari Yordan, dialirkan ke luar sebagai sumber air bagi kehidupan sekitar galilea. Sebaliknya, Laut Mati adalah jalur buntu. Air yang mengalir dari Sungai Yordan hanya masuk ke Laut Mati sebagai terminal akhir. Aliran air yang menghidupkan berhenti di Laut Mati dan air yang diam tak mengalir akan menimbulkan endapan garam dan kadar garam yang tinggi akan membunuh ekosistem laut. Itulah yang membuat Laut Mati mati.
Seperti apakah kita? Apakah kita akan menjadi seperti Laut Galilea yang selalu memberi sehingga menjadi kaya memperkaya, ataukan Laut Mati, di mana kadar garam yang terlalu tinggi telah mematikannya? Dari cerita tentang dua laut di Israel ini, kita mengetahui bahwa rahasia kehidupan yang berbuah adalah berbagi. Berbagi adalah rahasia hidup bahagia dan berbuah. Bagai matahari yang tak segan memberi cahaya, kita juga harus murah hati seperti matahari, seperti “Bapa kita yang juga murah hati” (Lukas 6:36).
Surat Paulus kepada Korintus (2 Kor 9:6-7) mengingatkan kita:
“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”
Sukacita dan keikhlasan juga merupakan kunci. Sukacita dan keikhlasan akan kembali kepada kita sehingga hidup kita justru semakin diperkaya dengan tindakan berbagi. Itulah energy kehidupan yang dihembuskan Tuhan dalam hidup kita yang berkelimpahan. Tuhan akan memberi kelimpahan kepada siapapun yang mengasihinya dengan sukacita dan ikhlas.
Selamat pagi. Berkah Dalem.